admin admin - November 10, 2018

Temu Pandu Inklusi Nusantara – The Asia Foundation (TAF)

5 – 8 November 2018

Hotel Grand Mercure & Ibis Style Yogyakarta

ARS Management bergabung dengan Inspirit untuk mengelola lokakarya Temu Pandu Inklusi Nusantara (PINTAR) yang diselenggarakan oleh The Asia Foundation (TAF). PINTAR adalah forum pertemuan bagi para aktivis yang bergerak di masalah-masalah sosial yang masih belum dapat diterima oleh masyarakat. PINTAR adalah kegiatan yang dirancang dan menjadi bagian dari Program CARE. Program ini diprakarsai oleh pemerintah untuk meningkatkan inklusi sosial bagi 6 kelompok marjinal, yaitu (1) anak-anak dan remaja yang rentan, (2) masyarakat adat dan lokal yang terpencil yang bergantung pada sumber daya alam, (3) korban diskriminasi, intoleransi dan kekerasan berbasis agama, (4) penyandang cacat, (5) hak asasi manusia dan pemulihan sosial, dan (6) waria.

PINTAR dihadiri oleh sekitar 300 peserta yang terdiri dari aktivis inklusi di beberapa daerah di Indonesia. Mereka adalah perwakilan dari Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai mitra pelaksana program Peduli dan Mitra Payung sebagai mitra TAF dalam mengelola alokasi dana untuk program Peduli. Tujuan dari program ini adalah untuk memberikan ruang bagi para aktivis untuk berbagi proses inklusi yang dilakukan di daerah masing-masing.

Acara dimulai dengan pembukaan dan pertemuan kelas; semua peserta dibagi menjadi 10 kelas yang berisi aktivis dari berbagai isu. Pada hari kedua, semua peserta, sesuai dengan kelasnya masing-masing, mengunjungi lembaga atau kelompok masyarakat yang terlibat dalam masalah inklusi dan berhasil dalam proses kerja mereka.

Berikut adalah 10 tempat yang dikunjungi:

  1. Desa Wahyuharjo, Kecamatan Lendah, Kulonprogo
    Desa ini dibantu oleh LSM SIGAB yang mengembangkan rintisan Desa Inklusi (KDD), tempat berkumpul bagi para penyandang cacat. Dukungan juga diberikan oleh pemerintah desa Wahyuharjo dengan menyediakan ternak sebagai modal awal untuk meningkatkan ekonomi keluarga
  2. FOPPERHAM
    Fopperham adalah organisasi yang mengadvokasi kelompok-kelompok yang selamat dari insiden 1965 di Yogyakarta. Advokasi dilakukan selama tiga tahun terakhir melalui kampanye yang melibatkan kaum muda, diskusi tentang hak asasi manusia di sekitar peristiwa 1965, wisata sejarah, dan membuka program sukarela “One Week One Mother”.
  3. Desa Salamrejo
    Majelis Eklasing Budi Murko (MEBM) adalah komunitas umat beriman yang tinggal di Desa Salamrejo. Anggota MEBM sering mendapatkan perlakuan diskriminatif seperti stigma PKI dan dianggap sesat karena mereka melakukan persembahan dan hal-hal gaib lainnya. Didampingi oleh LkiS, anggota MEBM dapat terlibat dalam proses pembuatan buku sejarah tentang desa Salamrejo, membentuk KUBE yang membuat makanan tradisional dan membentuk pokdarwis
  4. Jarikrogo
    Jaringan ini merupakan inisiasi dari LKiS, yang telah membantu MEBM. LKIS bekerja sama dengan pihak lain di kabupaten Kulonprogo untuk membentuk Jarikrogo pada awal 2017. Tugas utama Jarikrogo adalah memberdayakan masyarakat melalui komunitas dampingan, seperti meningkatkan kapasitas, kegiatan rutin, dan mengambil bagian dalam musrenbang sehingga mendorong Kulonprogo untuk menjadi distrik inklusi.

  1. Komunitas Bentor Yogyakarta
    Pengemudi becak sepeda motor di Yogyakarta menerima intimidasi dan diskriminasi dari polisi dan pemerintah karena munculnya Keputusan Gubernur Yogyakarta yang melarang bentor beroperasi di provinsi DIY. Pada 2008, bersama-sama dengan LBH Yogyakarta, pengemudi bentor membentuk asosiasi yang secara resmi mengakomodasi pengemudi bentor
  2. Panggungharjo
    Desa ini menerima gelar desa terbaik secara nasional, desa percontohan yang ramah anak, dan pilot Badan Usaha Milik Nasional (Bumdes) menjadikan Desa Panggungharjo menjadi tujuan bagi banyak orang untuk belajar tentang kemandirian masyarakat. Unit bisnis yang beragam seperti mengolah limbah rumah tangga menjadi produk yang dapat dijual, desa wisata, dan pemanfaatan produk pertanian menghasilkan pendapatan bersih hingga Rp 3 miliar per tahun.
  3. Desa Karangrejo
    Desa Karangrejo mendapat dukungan dari perusahaan Gas Nasional dalam bentuk dana untuk membangun Pusat Ekonomi Desa (Balkondes) untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk yang tinggal di sekitar candi Borobudur. Bersama dengan IRE, manajemen dan organisasi potensial desa dimulai. Pemandu wisata, homestay, dan industri makanan dan kerajinan rumah menjadi unit bisnis yang dikelola oleh Karangrejo Balkondes.
  4. Desa Nglanggeran
    Dua puluh tahun lalu, tiga pemuda yang berinisiatif untuk memperkenalkan gunung berapi purba kepada masyarakat luas. Pada tahun 2007, mereka mulai mendapatkan dukungan dari administrasi pariwisata dan kabupaten Gunungkidul dengan membuat infrastruktur yang lebih baik untuk mengundang lebih banyak wisatawan untuk datang. Unit bisnis di bidang kuliner, mengelola homestay, peternakan, dan pertanian telah berhasil membuat kegiatan ekonomi di desa tumbuh pesat sehingga dapat mengurangi laju migrasi. Berbagai penghargaan telah diterima oleh Desa Nglanggeran. Yang terakhir disebut sebagai salah satu penerima Penghargaan Pariwisata Berkelanjutan ASEAN.
  5. Desa Sidorejo, Klaten
    Tinggal di dekat Gunung Merapi mengharuskan penduduk Desa Sidorejo untuk bisa membaca alam. Radio Komunitas adalah salah satu cara alternatif komunikasi efektif yang diprakarsai oleh Sukiman, salah satu warga desa Sidorejo. Berita yang valid yang berasal langsung dari warga menjadi tolok ukur untuk menyebarkan informasi. Bersama dengan radio komunitas lainnya, Jaringan Informasi Merapi (Jalin Merapi) dibentuk. Sejak awal, sebagai penyampai informasi tentang aktivitas gunung berapi, ia menjadi media untuk mempromosikan produk pertanian dan produk lokal lainnya. Ekonomi berkembang dengan adanya kerja sama yang baik antar warga.
  6. Desa Balerante, Klaten
    Sistem Informasi Desa yang dipimpin oleh Markas Besar Desa Balerante bekerja sama dengan Combine pada tahun 2009 membantu proses manajemen bencana. Informasi terkait data tentang korban menjadi lebih mudah diakses. Setelah letusan Merapi, kegiatan batik Balerante berkembang  dan kegiatan lainnya adalah pengelolaan tempat wisata Kali Talang.

Setelah kunjungan, pada malam harinya para aktivis yang terpilih diminta untuk mempresentasikan kisah mereka di atas panggung tentang proses saat bergerak pada masalah inklusi. Acara ini berlangsung sekitar 3 jam. Di pagi hari, hari terakhir dari lokakarya ini, semua peserta Pertemuan PINTAR diundang untuk membuat rencana aksi bersama dan komitmen pribadi sebagai rencana tindak lanjut dalam upaya menggerakkan semangat dan sikap inklusi sosial.

Kegiatan ini berjalan cukup lancar dari awal hingga akhir acara. Manajemen ARS mengelola proses kehadiran (penjemputan dan check-in hotel), acara itu sendiri, dan kembalinya peserta (pengawalan dan check-out dari hotel).

Related Posts